Pendidikan Karakter Manusia Jepang Sejak PAUD

“Ibu…, kami di Taman Kanak-Kanak Jepang, tidak ada pelajaran spesifik sebagaimana yang biasa ada di TK luar negri. Kami juga tidak mengeluarkan raport,” itu kalimat yang diucapkan ibu kepala TK Ikuwa di Yokohama saat saya mendaftarkan Fauzan, anak saya ketiga, untuk masuk TK di sana November 2012. Tahun ajaran baru Jepang dimulai per April, namun pendaftaran TK ternyata sudah dibuka sejak Oktober atau November tahun sebelumnya. Dikarenakan, nantinya akan ada kelas persiapan, yang istilah dipakai di TK itu hyoko gumi atau ‘kelas anak ayam,’ yang dimaksudkan agar anak secara bertahap mengikuti kegiatan di TK ditemani ibu mereka sepekan sekali selama beberapa bulan sebelum bulan April, bulan dimulainya tahun ajaran baru.

“Saya mengerti Ibu,” saya jawab. Namun ibu Kepala TK masih belum yakin. Beliau melanjutkan, “kami sering kedatangan orang asing datang ke TK kami dan biasanya mereka kecewa, karena mereka melihat anak-anak di TK Jepang hanya bermain pasir, bersepeda, menggambar, mencabut tanaman, dan lain-lain. Kapan belajarnya… Itu protes yang sering kami dengar dari orang tua yang bukan orang Jepang.”

“Anak saya ada tiga, Bu guru. Anak pertama dan anak kedua, saat saya masih kuliah dulu, mereka dititipkan di day care di daerah Hachioji. Saya tahu, di Jepang, semua Pendidikan Anak Usia Dini sama, baik itu day care maupun TK. Saya sudah terbiasa dengan anak-anak saya yang seharian hanya terlihat seperti bermain saja. Tidak apa-apa Bu. Saya sudah mengerti tentang PAUD di Jepang,” jawab saya melanjutkan.

Di Jepang, ada dua tipe PAUD, yaitu day care dan TK. Secara prinsip, inti pendidikan yang diberikan sama, yaitu pendidikan karakter berupa pembiasaan keteraturan hidup yang baik. Anak dibiasakan makan dengan teratur, menu sehat, tertib merapikan mainan, tertib bergantian menunggu giliran bermain, tidak merebut mainan teman, dan lain-lain.

Itu tadi pembicaraan saya dengan ibu kepala TK Ikuwa tempat Fauzan bersekolah TK selama di Jepang. Awalnya Fauzan tidak bisa bahasa Jepang sama sekali. Alhamdulillah, dikarenakan kegiatan sehari-hari yang dilakukan adalah pendidikan keteraturan, kedisiplinan, dan kemandirian yang dilatih tanpa paksaan, Fauzan terlihat bahagia dan bisa melebur dengan teman-temannya.

Berikut ini video ketika Fauzan dipanggil ke depan kelas di bulan Mei 2013. Fauzan lahir tanggal 18 Mei, sehingga ia termasuk anak yang dipanggil ke depan kelas saat acara peringatan ultah di bulan Mei. Sebulan sekali anak-anak akan memakai seragam rapi, yaitu ketika ada perayaan ulang tahun seperti ini. Sedangkan selain hari itu, anak-anak berbaju bebas.

Fauzan sebenarnya baru 1 bulan bersekolah di Ikuwa Yochien, Yokohama, dan ia baru pertama kali berinteraksi dengan teman Jepang di bulan April itu. Namun ketika di bulan Mei ditanya oleh Bu Guru dalam bahasa Jepang, Alhamdulillah Fauzan dapat menjawabnya.

Yang ingin saya angkat di tulisan ini, bukan tentang Fauzan bisa menjawab pertanyaan yang bahasanya belum dia kuasai. Coba perhatikan teman-temannya Fauzan. Mereka sangat tertib duduk di kursi masing-masing, mendengarkan Ibu Guru di depan sedang mewawancarai Fauzan. Mereka bertepuk tangan ketika waktunya bertepuk tangan. Mereka sudah tahu bagaimana cara menghargai orang yang sedang berbicara di depan mereka.

Keajaiban pendidikan anak usia dini di Jepang ini lah yang ingin saya bahas di sini.

Anak usia dini adalah masa emas yang bisa menyerap pengajaran dengan baik. Jepang bisa saja mengajarkan science (ilmu pengetahuan) kepada anak didik mereka di TK dan PAUD, bahkan memasukkan alat-alat yang canggih pun mereka mampu. Tapi tidak mereka lakukan…

Jepang memilihkan pendidikan yang membuat anak usia PAUD menjadi siap memasuki dunia sekolah, yang nantinya sarat dengan kegiatan baca tulis hitung. Lalu, apakah PAUD di Jepang mengajarkan baca tulis hitung? Oh, bukan begitu…. Justru PAUD di Jepang tidak secara langsung mengajarkan baca tulis hitung, loh…

Jadi, apa yang diajarkan di PAUD Jepang ya?

Anak-anak PAUD di Jepang, diajarkan hal-hal yang perlu mereka kuasai di usia PAUD, yang nantinya menjadikan mereka siap untuk calistung di usia SD, seperti:

– kegiatan motorik halus seperti origami, clay (lilin mainan), meronce, meremas kertas koran, memindahkan air dengan spons, menjemur baju dengan jepitan, dan lain-lain

– kegiatan motorik kasar, seperti bersepeda, lompat tinggi, menendang bola, berenang, senam, merangkak, dan lain-lain

– keterampilan bahasa, maka dari itu bu guru sering membacakan anak cerita, dan memancing anak untuk saling mengobrol, kegiatan menceritakan apa yang dia gambar, dan lain-lain.

– kemampuan berpikir dan mengungkapkan pendapat, maka dari itu bu guru sering mengajak anak diskusi untuk hal-hal kecil yang ada di sekelilingnya

– empati dan simpati kepada orang lain, maka dari itu guru selalu mengajarkan cara meminta maaf, memaafkan, berterima kasih, cara meminjam mainan, memperhatikan orang lain yang sedang mengajaknya berbicara, dan lain-lain

– kemandirian dalam merawat diri sendiri, seperti ke toilet, memakai dan membuka baju sendiri, merapikan mainan, makan dengan duduk, tidak pilah pilih makanan, dan lain-lain.

Pendidikan anak usia dini di Jepang fokus pada apa yang dibutuhkan oleh anak usia dini, dan mereka langsung mempraktekkan pendidikan itu dalam kehidupan sehari-hari, tanpa perlu berteori dan dinilai oleh orang dewasa. Hal ini secara merata diterapkan di Jepang, yang pada akhirnya menghasilkan manusia Jepang dengan kualitas yang hampir bisa dikatakan sama bagusnya.

Berkaca dari PAUD di Jepang, Himawari Daycare berusaha untuk menyeleksi pelajaran-pelajaran apa saja yang penting diajarkan ke siswa di Himawari.

Bismillah, dengan berjalannya waktu sejak berdirinya Himawari tanggal 9 Juli 2016, semoga Himawari dapat mengadopsi metode dan kurikulum Jepang dengan baik.