Read Aloud

img_1713

Presentasi Read Aloud di Himawari Day Care oleh Ibu Dina dari Komunitas Reading Bugs, Sabtu 10 September 2016.

Diikuti oleh para guru di Himawari Daycare.

Read Aloud, diartikan ke dalam bahasa Indonesia oleh Kementrian Pendidikan Nasional (Diknas) menjadi Membaca Bersuara.

Read Aloud bermakna: aktifitas sederhana dimana pengasuh/pendidik membacakan berbagai jenis teks/buku.

Kenapa anak perlu dibacakan buku?

1. Karena membacakan dengan bersuara itu sangat sesuai dengan tahapan perkembangan anak.

Karena urutan perkembangan anak adalah: mendengar, berbicara, membaca, dan kemudian menulis.

“Bila seorang anak tidak pernah mendengar suatu kata, maka dia tidak akan mengucapkan kata itu. Dan bila dia tidak pernah mendengar dan menyebutkan kata tertentu, maka akan sulit buat dia membaca dan kemudian menuliskannya.” (Jim Trealese, penulis buku Read Aloud Handbook)

Contoh sederhana, jika ia pernah mengucapkan ayam, kemudian dia pernah melihat tulisan ayam, maka dia akan cari di mana lagi ada tulisan ayam, dan di jalan ketika ia melihat tulisan Ayam Goreng, dia akan menunjuk sambil teriak AYAM! meski dia tidak tahu ayam itu terdiri atas alfabet a y a dan m.

Sebetulnya, kalau pun orang tuanya pendiam, maka dengan membacakan cerita, itu tidak akan membuatnya kehabisan kata.

Banyak membaca akan membuat seseorang mudah untuk menulis. Apa yang ia baca itu tersimpan di otaknya, dan akan keluar dengan mengalir ketika ia menulis cerita.

Hasil tulisan antara anak yang suka baca dengan anak yang tidak suka baca, akan jauh berbeda kualitas tulisannya. Meski mungkin sama-sama hasilnya satu halaman, tapi kualitas tulisannya berbeda.

2. Keberhasilan akademis anak di masa depan dipengaruhi oleh seberapa banyak kosa kata ia dengar sebelum usia 2 tahun.

Riset di Amerika tahun 1996, “Keberhasilan akademis anak di masa depan, sangat dipengaruhi dari seberapa banyak kosa kata yang ia dengar sebelum usia 2 tahun”

Semakin banyak kosa kata yang dia ketahui sebelum usia 2 tahun, ia akan lebih mudah belajar, dan lebih siap untuk masuk sekolah. Jika ia ingin membanjiri anak dengan kosa kata sebelum usia 2 tahun, maka bacakan banyak buku.

3. Otak bayi jauh lebih sibuk dari otak orang dewasa, bahkan ketika ia diam dan tidak melakukan apa-apa, tapi matanya bergerak memperhatikan, maka ia sedang melakukan stimulasi.

Stimulasi yang tepat, akan membuat syaraf-syaraf otaknya bergerombol membentuk ikatan-ikatan.

Ternyata, otak menjadi tidur ketika anak dihadapkan pada layar (gadget, tab, HP, TV, laptop). Maka bisa kita katakan bahwa layar itu HARAM untuk anak di bawah usia 2 tahun. Pada otak usia sebelum 2 tahun itu berkembang sangat pesat, dan usia 2 tahun tidak bisa diulang, hanya sekali saja.

4. Read Aloud untuk anak di bawah usia 2 tahun, menstimulasi otak dengan mengakomodir semua panca indra.

Stimulasi di bawah usia 2 tahun harus menyeluruh, semua panca indera.

Tahun 2003 berkumpul para psikolog anak, dokter anak, dan dokter syaraf, menyimpulkan bahwa Read Aloud menstimulasi otak anak, dengan mengakomodir hampir semua indera, yaitu pendengaran, penglihatan, peraba, dan penciuman.

Ketika kita bacakan sesuatu kepada bayi, maka itu akan skin to skin, itu indera peraba. Kemudian penciuman, karena setiap ibu mempunyai bau yang khas yang anak itu hafal bau ibunya, dan baiknya bu jangan sering-sering ganti parfum. Penglihatan dan pendengaran juga terstimulasi, dengan kegiatan yang sederhana, yaitu membacakan cerita. Jadi tidak perlu heboh dengan segala permainan mahal yang mengatakan bisa menstimulasi otak.

Anak sudah bisa mendengar dengan baik di kandungan pada trisemester kedua, kandungan 7 bulan. Jadi, bacakan banyak2 buku yang kita suka. Sebenarnya anak bukan karena mengerti isi bukunya, tapi karena dengan membaca buku si ibu merasakan kenyamanan, lalu berefek pada detak jantung yang teratur, dan anak akan merasa nyaman dan tenang, lalu dan dia mendengar suara ibunya. Itu koneksi kenapa anak yang rajin dibacakan buku sejak di dalam kandungan lebih mudah ditenangkan.

Ada seorang ayah yang rutin membacakan buku ke anak yang masih di kandungan. Ketika anak itu sudah lahir dan menangis, ayah membacakan kembali cerita itu, anak tidak menangis.

Ada surat-surat tertentu di Al Quran yang membuat anak merasa tenang, dan bagus untuk dibacakan ketika di kandungan, salah satunya adalah surat Ar Rohman. Dari segi ilmu tentang membaca, anak usia di bawah 2 tahun, anak senang dibacakan dengan ritmis, yaitu ada rima nya, berulang-ulang, dll.

Membaca adalah suatu keterampilan, bukan kemampuan. Kemampuan itu sesuatu yang datang dari sananya (given), sedangkan keterampilan adalah sesuatu yang bisa diasah. Bila tidak terbiasa membaca, maka harus dilatih sedikit demi sedikit. Otot mata untuk membaca juga perlu dilatih.

5. Read Aloud itu bukan sekedar membanjiri anak dengan kosa kata, tapi juga membanjiri dengan konsep, yang menjadi pengetahuan latar.

Tidak sekedar kosa kata yang tanpa makna. Kosa kata itu kan berupa konsep pengetahuan. Misalnya kalimat: bebek itu bisa warna kuning dan bisa juga putih. Jadi ketika dibacakan cerita, anak sekaligus belajar tentang konsep. Kelelawar, itu terbagi dua, ada yang memakan buah, disebut codot, dan ada yang memakan binatang, disebut kampret. Kelelawar itu nama keluarga besar. Itu saja sudah memberikan pengetahuan latar. Meski anak belum banyak bersekolah, ia sudah punya banyak pengetahuan latar. Kita bisa memberikan pengetahuan yang lebih pas kepada anak, tidak general, sehingga anak punya pengetahuan yang lebih banyak dari teman-temannya. Anak yang mempunyai lebih banyak pengetahuan latar, ia lebih siap bersekolah.

6. Menjadikan anak mempunyai ketrampilan menyimak.

Ketrampilan menyimak itu menjadi tantangan di abad 21 di Indonesia, karena rata-rata anak di Indonesia punya kemampuan konsesntrasi di bawah 2 menit.

Anak Indonesia menempati ranking 4 terendah dari negara-negara di dunia, dan bahkan terendah di negara Asia, dalam ketrampilan menyimak. Anak usia 5 tahun harusnya bisa duduk tenang antara 15-20 menit. Memang batasan masimal belajar semua manusia adalah 30-45 menit. Jika anak duduk 15 menit saja tidak bisa, bagaimana dia bisa belajarnya. Di Jepang itu bisa, tapi di Indonesia sulit.

7. Menjadikan rentang konsentrasi lebih panjang

Di Jepang, anak-anak bisa anteng duduk lama-lama belajar karena sudah terbiasa dibacakan buku sejak kecil. Di Indonesia, anak baru mengenal buku setelah masuk sekolah, khususnya di daerah-daerah. Akhirnya, perlu usaha lebih, karena sudah berapa tahun waktu terbuang untuk latihan menyimak, rentang konsentrasinya, dll.

Read Aloud bisa menjadi terapi bagi anak yang tidak bisa berlama-lama konsentrasi belajar. Pertama dibacakan cerita bisa jadi hanya baru dibacakan judul saja sudah kabur, tidak apa2 karena memang jatahnya dia baru segitu. Besoknya dibacakan lagi, dua halaman, dan seterusnya ditambah secara bertahap. Kerjakan terus menerus, terutama oleh orang tuanya.

Anak yang sering dibacakan buku, ia punya banyak banyak konsep pengetahuan latar, punya ketrampilan menyimak, dan punya rentang konsentrasi yang lebih baik, sehingga ia lebih siap bersekolah.

Sedangkan di Indonesia, yang dianggap siap sekolah itu diartikan dengan kemampuan baca. Anak yang belum bisa membaca, dikatakan belum siap sekolah. Padahal di negara-negara lain hal ini sudah diteliti, tapi di Indonesia belum, yaitu penelitian bahwa tidak ada jaminan bahwa semakin muda usia anak bisa membaca, semakin sukses hidupnya.

Yang ada adalah: ketika anak dipaksa membaca, maka membekasnya seumur hidup.

Jadi, kadang-kadang anak yang tidak suka baca itu, bukan hanya karena ia tidak pernah dikenali buku, tidak pernah dibacakan cerita, tapi bisa jadi saat belajar baca pertama kalinya, tidak menyenangkan…

Pernah Bu Dina tapping acara radio, penyiarnya masih ingat bagaimana dulu dia dicubit oleh gurunya saat ia salah membaca. Padahal penyiar itu sudah usia 30 tahun, tapi ia masih terus ingat kejadian itu. Bekas yang tidak menyenangkan itu panjang, sehingga ia selalu mengasosiakan kegiatan membaca dengan kejadian tidak menyenangkan itu.

Anak yang diajarkan membaca sebelum umur 5 tahun, dia akan berhenti baca di usia 9 tahun. Rata-rata seperti itu. Apalagi dengan gadget sekarang, gak usah nunggu sampai umur 9 tahun, anak tidak suka baca.

Awal tahun 2015, Dubes Finlandia menyebutkan bahwa kesuksesan pendidikan di Finlandia, karena anak dilarang diajarkan membaca sebelum usia 7 tahun. Itu ada Undang-Undang. Anak-anak bermain, dibacakan cerita, eksplorasi. Barulah di usia 7 tahun, di kelas 1, barulah diajarkan membaca secara terstruktur. Bukan berarti tidak boleh diajarkan membaca, tapi tidak menjadi target orang tua yang sebelum 7 tahun sudah bisa baca.

Bandingkan dengan orang Indonesia, yang status twitternya “anakku usia 3 tahun sudah bisa baca dong..” Karena itu tidak menjamin kemauan dia membaca di usia selanjutnya dan kelancaran studinya. Tidak ada jaminan.

Bu Dina pernah tanya ke psikolog, sebetulnya anak-anak yang baru mulai belajar membaca di usia 7 tahun, susah gak sih?” Jawabnya, “Kan anak itu siap. Ketika anak siap sekolah, siap belajar, guru kasih apa pun, ia akan siap menerimanya, tidak ada kata terlambat.”

Flash card nya Glenn Doman itu sebenarnya terapi otak untuk yang sudah cacat otaknya, bukan untuk anak sehat. Tapi akhirnya orang-orang bergeser penggunaannya, dengan berpikiran, “otak rusak saja bisa diperbaiki, apalagi otak anak sehat.”

Mayoritas pakar pendidikan tidak merekomendasikan memakai metode flash card nya Glen Doman. Bahkan Senat di Amerika mengendorse Diknas Amerika dengan mengatakan, “Satu-satunya cara yang menjamin kesuksesan belajar anak di masa mendatang adalah membacakan cerita.”

8. Membacakan cerita mempunyai keuntungan sosial, karena semakin mudah berkomunikasi.

Read Aloud adalah menabung kosa kata.

Ini sejalan dengan teori pengasuhannya Ibu Elly Risman. “Anak yang mampu mengutarakan apa yang dia rasa dan apa yang dia pikir, secara emosi dia akan lebih stabil dibandingkan anak yang tidak mengutarakan apa yang dia rasa dan dia pikir.”

Anak yang emosinya sedang berlebih, maka kita ajarkan anak menamakan perasaan. Kita kasih nama dulu apa perasaannya, bukan kita tanya kenapa dia menangis. Kita bilang, “kakak bosen ya?” Jadi dia tahu apa nama perasaannya itu. Ketika ia mulai lancar ngomong, kita pegang tangannya, dia bisa jawab ketika kita tanya, kakak kenapa… “aku kesel!” Kita juga harus bisa membedakan kesel, jengkel, marah. Kesel itu terganggu. Jengkel itu lebih naik lagi. Dan marah itu puncak emosinya. Beda kondisi beda nama. Ketika dia bisa ngomong, mengutarakan perasaannya, maka tidak akan bermain fisik, mukul, mendorong, dll.

Anak yang punya kosa kata yang banyak, akan membantu mengendalikan diri. Kalau tidak punya kosa kata, ia akan repot mengendalikan emosi. Kita sebagai pengasuh, pinjam kata-katanya dari buku. Ternyata penyataan emosi ada banyak, ada marah, kesel, sedih, jengkel, dll. Buku-buku yang bagus, tidak hanya omongin marahnya saja, tapi juga ada solusinya.

Di day care ada anak yang suka merebut mainan temannya. Itu harus diajarkan untuk bilang, “pinjam.” Setiap kali anak itu mendekati anak lain, maka pengasuh segera mendekati sambil mengajarkan konsep pinjam.

Bila di day care ada diajarkan konsep pinjam, maka di rumah juga supaya orang tua mengajarkan konsep pinjam, sehingga terus berkesinambungan. Day care adalah perpanjangan tangan orang tua. Pagi sampai sore dibacakan buku di day care, dan di rumah dibacakan oleh orang tua.

9. Bonding (kelekatan dengan orang tua)

Anak yang sering dibacakan buku oleh orang tuanya, ia akan semakin lekat dengan orang tuanya, dan sangat menjaga perasaan orang tuanya. Dia tidak mau melakukan hal-hal yang akan membuat orang tuanya sedih. Dia juga akan selalu mengingat orang tuanya ketika ia melakukan apa pun.

Bonding itu dibangun dengan waktu.

Ketika membacakan cerita, kita pangku. Jadi orang tua itu rugi, kalau ia punya anak, tapi tidak dibacakan cerita.

Bu Dina punya anak 4 orang, lalu bagaimana cara bagi waktu untuk membacakan ceritanya? Itu bisa sepanjang waktu, gak mesti nunggu anak mau tidur. Waktu yang baik untuk membacakan cerita ke anak adalah, tunggu mood anak bagus, sudah makan, sudah mandi.

Di day care, kesempatan seperti itu banyak. Di rumah, mungkin anak sudah tidak mood lagi. Tapi ada orang tua yang tetap konsisten membacakan buku untuk anaknya, ada yang membacakan setelah sholat subuh, ada yang sepulang kantor, semata-mata ia merasa itu adalah hutangnya ke anaknya. Kalau anak sudah ngantuk, jangan dibacakan cerita, malah bikin anak bete. Lakukan kegiatan-kegiatan yang cooling down, misalnya nyanyi, minum susu, dll. Anak sedang bete, tantrum, tidak usah dibacakan cerita.

Buat reading time dan spot khusus baca. Ada 1 sofa yang nyaman, yang anak dipangku di sana, khusus untuk membaca. Bagusnya membacakan cerita untuk anak itu one on one (satu anak dibacakan oleh satu orang). Untuk usia 4 – 5 tahun bisa dibacakan beramai-ramai. Sebenarnya yang bisa dibacakan berkelompok itu usia SD.

10. Menjadi pembaca sepanjang hayat

Membacakan buku ke anak tidak ada istilah terlambat. Meski anak kita sudah bisa membaca, tetap bacakan buku. Karena anak akan senang bila orang tua meluangkan waktu untuknya dengan cara membacakan buku.

Ada guru SMP di Sekolah Alam Cikeas, yang rutin membacakan buku di depan murid-muridnya, meski ia sebenarnya guru Matematika. Ternyata ia menjadi guru yang ditunggu-tunggu oleh murid-muridnya.

Diknas sebenarnya juga sudah mensosialisasikan ke guru-guru sekolah negri, untuk memulai pelajaran dengan membacakan buku selama 15 menit. Yang dibacakan tidak harus buku, tapi bisa juga artikel apa saja, apakah itu dari koran, ilmu pengetahuan, dll.

Ada seorang dosen, Ibu Sofie Dewayani, yang selalu membuka kuliahnya dengan membacakan sesuatu untuk mahasiswanya. Beliau S1 di ITB, tapi S2 S3 nya mengambil spesialisasi di Amerika tentang Bacaan Anak.

Di Indonesia tidak ada penelitian kata-kata apa yang harus diajarkan ke anak usia tertentu. Kalau di Amerika, level 1 untuk kelas 1, ditentukan kosa kata apa saja yang boleh tercantum ke buku anak. Di Indonesia tidak ada pengaturan seperti itu.

Di Indonesia ada istilah pemerolehan bahasa, yaitu ada huruf-huruf yang belum perlu diajarkan pada usia 3 – 4 tahun, karena huruf-huruf itu tidak perlu kenal, karena juga sebetulnya belum terlalu penting dan ia tidak bisa mengucapkannya. Anak usia 3 tahun, tidak perlu kenal kata-kata yang ada huruf Y X Z, karena mengucapkannya saja tidak bisa. Kalau kita kasih kata-kata seperti itu, ia akan frustasi, karena mengucapkannya saja tidak bisa. Tapi hal ini belum disosialisasikan secara luas.

Tahapan Read Aloud ada tiga, dan itu saling berkaitan satu sama lainnya.

1. Sebelum Read Aloud:

• Pilih bacaan yang baik

• Pra baca dan baca ulang buku yg dipilih, siapkan pengetahuan tentang hal-hal yang akan dibacakan ke anak, sehingga bisa menjelaskan dengan benar kosa kata baru bagi anak, yang bermuatan konsep. Seperti misalnya, apa beda kodok dengan katak, dll.

• Rencanakan aktifitas lanjutan yang memperdalam pemahaman (bila memungkinkan)

Buku yang baik adalah:

• Sesuai minat dan kebutuhan anak

• Pembaca menyukai

• Ilustrasi bagus

• Pilihan kata bagus; sedikit lbh sulit tidak masalah

• Tidak terlalu banyak percakapan

• Buku untuk usia 12-18 bulan

– buku berima : puisi atau lagu misalnya

– buku label : ttg anggota tubuh, ukuran, object.

– buku tentang kegiatan yg biasa dilakukan, konsep ruang

– buku yang ada pertanyaan, pengulangan

– buku dengan alur sederhana tapi tokohnya kuat dan ada penyelesaian

• Buku untuk usia 18-24 bulan

– buku ttg emosi

– buku yg lebih panjang ceritanya

2. Saat Read Aloud

• Atur tempo/pace dan intonasi membaca. Tidak apa-apa tidak bisa menirukan suara harimau, beruang, dll. Kalau bisa menirukan memang bagus, tapi kalau tidak bisa ya tidak apa-apa, yang penting diatur ritme/tempo dan intonasi membaca.

Think aloud : verbalisasi proses berpikir saat pembacaan. Berikan pertanyaan yang memancing anak berimajinasi apa kira-kira isi halaman berikutnya, membuat anak berkomentar, dll. Hal-hal yang mengasah anak untuk berpikir. Ajukan tanya jawab.

• Bisa juga dengan parentese, yaitu ketika mengucapkan kata panjang, ucapkan dengan pannnjaaaannngg….

• Menjelaskan secara sederhana kosa kata baru bagi anak, yang setiap kali buku yang sama dibacakan bisa jadi ada lagi hal baru lainnya yang akan anak dapatkan. Jangan borong sekaligus banyak menjelaskan banyak konsep di dalam satu kali kegiatan membaca.

• Tidak masalah jika buku tidak selesai dibacakan. Yang terpenting adalah proses membacakan buku. Besoknya bisa dilanjutkan lagi.

3. Setelah Read Aloud

• Lakukan aktifitas terkait dengan tema yang baru saja dibacakan, sesuai usia anak, seperti : bermain tema, bernyanyi, art & cratf dll.

Ada buku terjemahan dari Korea, yang judulnya Putri Yang Suka Kentut. Putri ini tidak mendapatkan suami, karena suka kentut. Kentutnya bau sekali karena ia tidak suka makan sayur. Jadi, pesan yang ingin disampaikan bahwa kalau kamu tidak suka makan sayur, maka pencernaanmu akan jelek.

Kelemahan buku terbitan Indonesia, mudah ditebak. Dari judulnya saja sudah mudah ditebak, misalnya Mari Menabung. Anak-anak sekarang kan pintar-pintar. Mereka lihat judulnya saja sudah tahu apa isi bukunya. Gak asyik.

Kelemahan lainnya, gambar di bukunya tidak bagus, hanya karya komputer saja. Sedangkan buku yang bagus, gambarnya saja sudah mampu bercerita. Kemampuan anak kita untuk literasi visual akan berkurang jika tidak dibiasakan melihat gambar yang bagus.

Anak Indonesia konon kalau lihat sesuatu hanya sekitar 30 – 60 detik. Ikan mas koki hanya membuka mata selama 30 detik. Jadi ketrampilan menatap mata anak Indonesia tidak jauh beda dengan ikan mas koki.

Kalau gambar bukunya bagus, dia bisa eksplore lebih lama, itu akan membantu dia membuka mata lebih lama. Semakin dia lihat, semakin ada lagi hal baru yang dia temukan.

Buku-buku dari Jepang yang ada di Himawari Day Care, gambarnya bagus-bagus, dan itu bisa dimanfaatkan dengan cukup menutup kalimat bahasa Jepangnya dengan bahasa Indonesia, sehingga para pengasuh bisa manfaatkannya untuk anak2 eksplor.